Survei Charta Politika: PDIP Masih Lebih Unggul Daripada Gerindra dan Golkar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hasil survei nasional Charta Politika Indonesia, menemukan PDI Perjuangan (PDIP) unggul dari Gerindra dan Golkar dalam elektabilitas partai politik.

PDIP masih menjadi partai yang paling dipilih masyarakat, dengan persentase 21,7 persen.

Kemudian, di urutan kedua ada Gerindra dengan angka 14,5 persen.

“Kalau kita lihat PDI Perjuangan masih memimpin dengan angka 21,7 persen. Diikuti oleh Gerindra dengan angka 14,5 persen, di posisi kedua,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya, melalui pertemuan daring, Selasa (29/11/2022).

Selanjutnya, diikuti Partai Golkar di urutan ketiga.

“Golkar ada di posisi ketiga dengan 9,8 persen,” kata pria yang kerap disapa Toto itu.

Adapun di posisi empat ada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kemudian, diikuti Partai Demokrat di posisi lima.

“PKB ada di posisi keempat dengan 8,5 persen. Demokrat ada di posisi kelima dengan 7,3 persen,” ujar Toto.

Adapun posisi enam dan seterusnya, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan 6,9 persen, NasDem 6 persen, PAN 4 persen, Perindo 2,5 persen.

“Dan partai-partai lain yang masih ada di bawah angka satu persen dengan angka tidak tahu-tidak jawab masih ada di angka 13,1 persen,” ungkap Toto.

Sebagai informasi, survei dilakukan pada 4-12 November 2022 melalui metode wawancara tatap muka, di seluruh kelurahan atau desa di Indonesia.

Survei ini menggunakan metode multistage random sampling, dengan jumlah sampel 1220 orang, margin of error 2,83 persen dan responden minimal berusia 17 tahun atau sudah memenuhi syarat pemilih.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Johnson Simanjuntak
Foto: Tribunnews
Sumber: Tribunnews.com

Elektabilitas Ganjar Pranowo Konsisten Naik

Jakarta, Beritasatu.com – Hasil survei terbaru lembaga Charta Politika Indonesia menunjukkan elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terus menunjukkan tren positif untuk menghadapi Pilpres 2024. Ganjar Pranowo kembali mengalahkan elektabilitas dua pesaingnya, yakni mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

Survei terbaru Charta Politika dilakukan pada 4-12 November 2022 dengan metode wawancara tatap muka terhadap 1.220 orang responden. Responden dipilih dengan metode multistage random sampling dan margin of error 2,83% pada tingkat kepercayaan 95%.

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya dalam paparannya secara daring, Selasa (29/11/2022), menyatakan elektabilitas Ganjar Pranowo konsisten mengalami kenaikan. Pada Desember 2021, elektabilitas Ganjar Pranowo mencapai 28,2%, lalu pada April 2022 mengalami kenaikan menjadi 29,2% dan 31,2% pada Juni 2022. Lalu, kembali naik pada September 2022 dengan elektabilitas 31,3% dan pada Oktober 2022 berada pada angka 32,6%.

“Elektabilitas Ganjar konsisten mengalami kenaikan,” tegas Yunarto.

 

Posisi kedua, lanjut Yunarto, ditempati Anies Baswedan dengan angka elektabilitas 23,1%, disusul Prabowo Subianto dengan elektabilitas sebesar 22%. Tren elektabilitas keduanya relatif stabil, tetapi berdasarkan survei terakhir elektabilitas Anies mengalami kenaikan, sekaligus menggeser Prabowo.

“Sebelumnya elektabilitas Prabowo lebih unggul dan survei pada Oktober 2022 ini justru Anies mengalami kenaikan elektabilitas dari 20,6% pada September 2022 dan sekarang pada 23,1%. Prabowo mengalami penurunan dari 24,4% pada September 2022 menjadi 22% pada Oktober ini,” ungkap Yunarto.

 

Oleh : Yustinus Paat / AB
Foto : Pemprov Jateng
Sumber : Beritasatu.com

Survei Charta Politika: Elektabilitas Ganjar Tertinggi, Disusul Anies, lalu Prabowo

JAKARTA, KOMPAS.com – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjuarai survei elektabilitas calon presiden (capres) yang dirilis lembaga survei Charta Politika, Selasa (29/11/2022).

Tingkat elektoral politisi PDI Perjuangan itu tembus angka 30 persen.

“Ganjar Pranowo masih ada di peringkat pertama dengan angka 32,6 persen,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya dalam tayangan YouTube Charta Politika Indonesia, Selasa (29/11/2022).

Dalam survei yang dirilis sebelumnya atau September 2022, Ganjar telah menempati urutan puncak dengan tingkat elektabilitas 31,3 persen.

Hanya saja, pada survei terbaru ini, terjadi perubahan urutan elektabilitas di peringkat kedua dan ketiga. Urutan kedua ditempati oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan elektabilitas 23,1 persen.

Lalu, di peringkat ketiga ada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Elektabilitas Menteri Pertahanan itu mencapai 22,0 persen.

Menurut survei ini, Anies berhasil menggeser Prabowo dari urutan kedua menjadi tiga.

“Kalau di bulan September itu masih dipegang oleh Pak Prabowo dengan peringkat kedua, sekarang Pak Prabowo di tingkat ketiga,” ujar Yunarto.

Setelahnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menempati peringkat empat dengan elektabilitas 5,6 persen.

Kemudian secara berturut-turut ada nama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY (3,5 persen), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno (2,0 persen), dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (1,6 persen).

Lalu, di urutan 8 dan seterusnya ada sosok Ketua DPR RI Puan Maharani (1,6 persen), Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (1,5 persen), dan Menteri BUMN Erick Thohir (1,4 persen).

Membaca tren yang ada, kata Yunarto, persaingan para tokoh ke depan tidak lagi fokus pada Ganjar, Anies, dan Prabowo, tetapi tereduksi menjadi dua nama saja, yaitu Ganjar dan Anies.

Meski nama Prabowo masih banyak diminati, namun, kata Yunarto, data menyebutkan bahwa nama Ganjar dan Anies lebih mendominasi di berbagai wilayah.

“Kecenderungan yang tadinya penguasaan wilayah itu masih tersebar di tiga nama, kalau kita baca data ini mulai mengerucut ke dua nama,” kata dia.

Adapun survei Charta Politika ini diselenggarakan pada 4-12 November 2022. Survei menggunakan metode wawancara tatap muka.

Dengan metode multistage random sampling, survei melibatkan 1.220 responden. Sementara, margin of error survei ini sebesar 2,83 persen

Editor : Fitria Chusna Farisa
Ilustrator: KOMPAS.com/ANDIKA BAYU SETYAJI
Sumber: Kompas.com

Rilis Survei Nasional Persepsi Publik Terkait Kinerja Pemerintah dan Peta Elektoral Terkini

Survei dilakukan pada tanggal 4 – 12 November 2022, melalui wawancara tatap muka secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Jumlah sampel sebanyak 1220 responden, yang tersebar di 34 Provinsi.
Metodologi yang digunakan adalah metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error ±
(2.83%) pada tingkat kepercayaan 95%.

Pada survei ini juga menyajikan tren dari data hasil survei-survei nasional yang pernah dilakukan Charta Politika Indonesia sebelumnya.

Klik tautan untuk mengunduh:

202211_Rilis_Surnas_Charta_

202211_Press Rilis_Survei_Charta

Jokowi Dukung Ganjar atau Prabowo, Begini Analisa Yunarto Wijaya

VIVA Politik – Gesture Presiden Joko Widodo atau Jokowi jadi perhatian di tengah dinamika politik menuju Pilpres 2024. Jokowi dikaitkan dengan dukungan politiknya terhadap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Pengamat politik Yunarto Wijaya menganalisa sampai saat ini belum bisa dipastikan sikap Jokowi meng-endorse antara Ganjar atau Prabowo. Menurut dia, jika merujuk di Amerika Serikat, maka seorang Presiden punya sikap untuk memastikan legacy-nya dalam dukungan politiknya.

“Yang tidak boleh adalah menggunakan kekuasaan ketika dia masih berkuasa,” kata Yunarto dalam Kabar Petang tvOne yang dikutip VIVA pada Selasa, 8 November 2022.

Menurut dia, dengan berbagai momen belakangan ini, Jokowi dikaitkan dengan tafsir dukungan ke Ganjar, Prabowo, Airlangga Hartarto, hingga Erick Thohir.

Dia bilang dalam hal ini bisa disimpulkan siapa yang membuat nyaman Jokowi. Dari momen ini yang sering dibahas adalah Ganjar.

Momen Rakernas Projo Pun, dia mengaitkan dengan rakernas relawan Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Jawa Tengah pada Mei 2022. Saat itu, hadir Ganjar dan disinggung langsung oleh Jokowi ketika acara berlangsung.

“Kenapa? Karena ini untuk pertama kalinya Pak Jokowi bicara mengenai Pilpres 2024 di hadapan relawan Pilpres. Terkait sosok satu-satunya yang hadir di situ yang bisa ditafsirkan adalah Ganjar Pranowo,” jelas Yunarto.

Yunarto juga menyinggung gesture Jokowi yang belakangan ini kerap dikaitkan dengan Prabowo. Kata dia, dukungan Jokowi ke Prabowo ditafsirkan secara eksplisit.

Meski demikian, ia juga menyinggung saat Jokowi secara implisit ditafsirkan beri dukungan ke Airlangga Hartarto ketika puncak acara HUT Golkar ke-58.

“Kita tafsirkan juga secara implisit, ada dukungan juga yang diberikan kepada Airlangga. Yang keempat mas Erick Thohir yang berani kemudian bergerak kita lihat atributnya di mana-mana,” ujar Direktur Eksekutif Charta Politika tersebut.

Namun, untuk melihat bentuk dukungan, menurutnya perlu dilihat variabel peluang menang yang besar. Variabel peluang menang itu jadi perhatian selain chemistry.

“Pada skala ini, kita hanya tahu hanya ada dua nama yang menuhi prasyarat minimal sesuai survei sekarang hanya mas Ganjar dan Pak Prabowo. Itu yang jadi menarik, ketika kita perdebatkan adalah apakah Ganjar atau Prabowo?” lanjut Yunarto.

Ganjar Ada Otoritas Megawati

Bagi dia, baik Ganjar dan Prabowo sudah memenuhi syarat dari chemistry dan variabel peluang menang. Menurutnya, dari gesture-gesture beberapa tahun ini, kedua tokoh itu peluang menang.

Tapi, Yunarto punya catatan untuk dukungan terhadap Ganjar. Dia menyoroti demikian karena ada perbedaan antara dukungan ke Ganjar dan Prabowo.

“Ada perbedaan sebetulnya hal yang paling berat dilakukan Pak Jokowi ketika ingin menyatakan dukungan itu menurut saya adalah kepada mas Ganjar. Dalam situasi sekarang ya,” ujarnya.

Dia menekankan ke Ganjar karena sama-sama kader PDIP seperti Jokowi. “Ketika beliau menyampaikan dukungan seakan-akan ada otoritas lain. Katakanlah ada otoritas yang mengatakan tersebut ada Ibu Megawati,” tutur Yunarto.

Menurutnya, berbeda saat menyatakan dukungan ke Airlangga atau Prabowo. Dia menyebut dua tokoh itu tak ada otoritas lain. “Hal itu kemudian menurut saya kehati-hatian kepada mas Ganjar akan lebih menarik untuk kita lihat misterinya,” sebut Yunarto.
Meski demikian, ia menganalisa hingga detik ini, secara eksplisit bicara dukungan Jokowi lebih ke Ganjar. Baca Juga :

“Saya mesti mengatakan sampai detik ini hal-hal yang paling eksplisit adalah dukungan kepada Ganjar Pranowo dalam Rakernas Projo di bulan Mei,” katanya.

Oleh: Hardani Triyoga
Sumber foto: Laily Rachev – Biro Pers Sekretariat Presiden
Sumber: Viva.co.id

Pentingnya Intelektualitas dan Kesadaran dalam Pemilu

Kampanye politik yang dipenuhi oleh ujaran kebencian (hate speech) dan penyebaran informasi yang tidak benar (hoax), tidak akan pernah menghasilkan apapun, kecuali kegaduhan dan pertengkaran. Sampai hari ini, waktu dan energi yang sedianya dapat digunakan untuk memberikan edukasi politik kepada masyarakat, menjelaskan tujuan dan trajektori politik masing-masing, serta meraih simpati dari para calon pemilih, justru kontraproduktif.

Beberapa kali masyarakat diarahkan untuk masuk ke dalam ruang-ruang politik yang begitu berantakan. Mereka dipaksa untuk menyaksikan dan menyerap energi dari ruang yang begitu gaduh dan penuh dengan pertarungan narasi yang sama sekali tidak mendidik. Kekhawatiran yang kemudian terjadi adalah duplikasi kepada ruang-ruang kehidupan sosial yang lainnya. Dampaknya, pengetahuan masyarakat tentang politik dibalik sedemikian rupa, kesadaran dimanipulasi.

Peran Intelektualitas

Keberlangsungan proses-proses politik tidak cukup hanya menuntut partisipasi aktif dari para penyelenggara, kontestan politik, dan masyarakat. Partisipasi harus didasarkan kepada intelektualitas dan kesadaran dari setiap subjek di dalam politik. Sehingga setiap partisipasi adalah kontibusi positif bagi proses sekaligus hasil pemilu. Mengingat, pemilu 2024 adalah pemilu kesekian kalinya dimana masyarakat dan para peserta pemilu memiliki kebebasan, kesempatan dan akses yang lebih luas dibandingkan dengan beberapa kontestasi sebelumnya.

Kesempatan lebih besar untuk dipilih, kebebasan lebih luas untuk memilih, serta akses yang lebih mudah dan cepat terhadap hampir seluruh kebutuhan informasi dan komunikasi politik, praktis memiliki dua kecenderungan yang berdampak langsung terhadap proses dan hasil pemilu.

Berperannya intelektualitas di dalam politik akan mampu setidak-tidaknya mengimbangi pemikiran dan pendekatan politik yang hampir selalu menghalalkan segala cara. Lebih jauh, kehadiran intelektualitas akan mampu melahirkan kekuatan pengetahuan dan membangun kesadaran yang benar tentang tujuan dan praktek-praktek politik.

Politik jelas membutuhkan intelektualitas. Jika politik dimaknai sebagai upaya dalam membangun jembatan kesejahteraan, maka intelektualitas adalah arsitek sekaligus teknisinya. Jika politik dipahami sebagai cara untuk meraih dan mengelola kekuasaan, intelektualitas akan menunjukkan jalur dan kaidah-kaidah moralnya.

Intelektualitas yang dimaksud adalah perangkat keilmuan yang melekat padanya tanggung jawab terhadap pencarian kebenaran, kemanusiaan dan keadilan. Artinya, intelektual di dalam politik adalah siapapun yang mampu membangun, menata dan menjalankan prinsip-prinsip ideal di setiap praktek di dalam politik. Jika praktek politik tersebut salah satunya adalah kampanye, maka intelektualitas akan mampu membangun konsep, menata isi dan menjalankan kegiatan kampanye secara baik dan produktif. Setiap bentuk dari pertarungan politik, masyarakat akan selalu mendapat pendidikan dan pencerahan darinya. Bukan sebaliknya.

Intelektual tersebut tidak harus mereka yang terdiri dari para elit partai politik maupun penyelenggara pemilu. Bisa saja, sebagian dari mereka justru adalah yang perlu untuk dikawal atau diimbangi dengan intelektualitas. Maka diharapkan, intelektual politik juga lahir dari luar itu. Mereka adalah para akademisi, budayawan, seniman, ulama, bahkan masyarakat kelas bawah.

Mereka adalah siapapun yang memenuhi syarat, yaitu memiliki perangkat keilmuan memadai dan melekat padanya tanggung jawab terhadap pencarian kebenaran, kemanusiaan dan keadilan di dalam politik berikut proses-proses teknis di dalamnya. Mungkin saja mereka adalah minoritas di ruang-ruang politik. Namun dengan kapasitas, tanggung jawab dan komitmen yang dimiliki, mereka akan mampu membangun kantong-kantong inisiasi bagi terbentuknya kesadaran kolektif. Kesadaran bersama bahwa setiap tahapan dari proses politik harus dipastikan mampu membawa dampak positif.

Kesadaran Kolektif

Menyampaikan pendapat dan informasi adalah hak setiap warga negara. Namun demikian, masyarakat perlu memilah dan memilih, pendapat apa saja dan informasi mana saja yang harus diterima dan perlu untuk disampaikan. Perlu disadari bahwa di setiap kampanye politik, terutama di Era Digital seperti saat ini, siapapun dengan sangat mudah menyampaikan sekaligus menerima pesan politik dalam bentuk apapun. Pemahaman terhadap kepentingan utama rakyat, hubungannya dengan pesan-pesan politik yang disampaikan, serta cara-cara yang digunakan di dalam berkampanye, penting untuk menjadi kesadaran bersama.

Adu program dan adu strategi selalu ada di setiap pertarungan politik. Meskipun kita masih sulit percaya terhadap absennya berbagai pelanggaran di dalam pemilu, setidak-tidaknya dua hal tersebut dapat dijadikan sebagai standar sikap di dalam politik. Masyarakat sudah harus bisa mengukur dan menilai, program mana saja yang layak untuk diapresiasi dan strategi apa saja yang sama sekali tidak perlu untuk disikapi.

Program rasional dan relevan berbasis data ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, secara empiris sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan daerah, serta mudah dievaluasi, adalah program yang layak untuk dipertimbangkan dibandingkan dengan program dengan sifat sebaliknya. Tentu saja, masyarakat tidak cukup hanya melihat melalui program-program yang saling beradu. Bagaimana cara program tersebut diperkenalkan, strategi seperti apa yang digunakan, juga penting menjadi bahan pertimbangan.

Cara memperkenalkan program dengan menabrak setiap peraturan yang ada, strategi politik yang justru bertentangan dengan kode etik dan moral sosial, tentu menjadi gambaran bagaimana nanti kekuasaan akan dijalankan. Kesadaran seperti inilah yang saat ini kita butuhkan.

Langkah Awal

Pemilu 2024 pasti akan berakhir dan terpilih seorang kepala negara dan wakilnya, para wakil rakyat, dan para wakil daerah. Selanjutnya akan terbentuk kabinet pemerintahan, susunan legislatif, dan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Program yang selama ini diperkenalkan akan dijalankan, dan masyarakat akan dapat merasakan dan menilai secara langsung hasil dari partisipasi mereka.

Kewajiban kita semua adalah menerima hasil dari proses demokrasi tersebut, apapun hasilnya. Adapun yang telah kita lakukan hari ini, yaitu melibatkan intelektualitas dan kesadaran dengan kadar lebih tinggi, menjadi titik awal untuk tetap diberlakukan tidak hanya pada pemilu-pemilu berikutnya, namun juga di dalam setiap ruang dan waktu politik. Jika seluruh atau sebagian dari setiap subjek politik memiliki komitmen terhadap pentingnya intelektualitas dan kesadaran di dalam politik, maka politik kita dapat diilustrasikan sebagai air keruh di dalam gelas yang terus menerus kita isi dengan air yang bening. Meskipun kita sadar, selain setiap proses butuh waktu, setiap usaha selalu ada tantangan.

 

 

Oleh: Wahyu Minarno
Peneliti Charta Politika Indonesia
Ilustrasi: Kompas.id
Tulisan ini telah dimuat di Kompas.id pada 24 Oktober 2022