PDIP Dinilai Jadi Kunci Poros Koalisi pada Pemilu 2024

Setelah ada pernyataan tegas dari Jokowi untuk menggelar Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tepat waktu, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menilai partai politik akan mengalihkan fokusnya untuk mempersiapkan strategi pemenangan.

Meski telah banyak spekulasi pasangan capres-cawapres yang beredar, Yunarto menilai bahwa koalisi masih belum dapat diterka jika waktunya masih dua tahun menjelang pemilu.

Bahkan, koalisi yang sudah terbentuk di pemerintahan saat ini, juga tidak memberikan jaminan bahwa mereka akan kembali sejalan pada Pemilu 2024 mendatang. Jika melihat kebiasaan sebelumnya, koalisi baru akan terbentuk saat masa injury time, menjelang penutupan pendaftaran pasangan capres-cawapres.

“Jadi menurut saya, pola apapun masih mungkin terbentuk,” ujar Yunarto Wijaya kepada Katadata.co.id pada Selasa (12/4).

Untuk menentukan posisi capres dan cawapres, biasanya akan ditentukan melalui tawar-menawar mahar di belakang panggung dan logika berbagi kekuasaan yang dijanjikan. Oleh karena itu, saat ini masih cukup jauh jika membahas mengenai peta koalisi partai politik.

Namun jika berbicara soal poros koalisi, Yunarto melihat peluangnya terbuka berdasarkan tiga calon terkuat dari hasil survei. Selain itu, juga bergantung kepada cara partai memainkan keunggulannya.

“Menurut saya, penentu utamanya, game changer-nya ada di PDIP,” ucapnya. Menurutnya PDIP kerap mempromosikan Ketua DPR Puan Maharani, tetapi di sisi lain memiliki Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang kerap berada di tiga teratas dalam beberapa survei capres.

Yunarto menilai, jika PDIP sudah memutuskan capres yang akan diusung, maka pola koalisi akan mulai terlihat.

Mengenai nama capres, berbagai survei menyebutkan ada tiga nama yang menempati peringkat teratas selain Ganjar Pranowo adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan; dan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto. Dalam survei terbaru dari Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), Ganjar memperoleh elektabilitas tertinggi dengan 18,1%, kemudian Prabowo pada 17,6%, dan Anies mencapai 14,4%.

Meski sudah ada ketegasan dari Presiden Jokowi mengenai isu penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan presiden menjadi tiga periode, Yunarto tetap mengingatkan bahwa wacana tersebut bukan berarti sepenuhnya mereda. Sebab, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) belum memberikan pernyataan resmi secara institusional.

Sebagai lembaga legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki otoritas untuk melakukan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) untuk mengakomodir wacana penundaan pemilu, maupun presiden menjadi tiga periode.

“Bahkan ketika presiden tidak setuju pun, mereka tetap bisa mengamandemen karena otoritasnya ada di tangan mereka,” ujarnya.
Termasuk setelah Fraksi PDIP menarik diri dari usulan amandemen UUD 1945, menurut Yunarto tetap tidak cukup memberikan jaminan untuk membatalkan wacana penundaan pemilu dan penambahan periode jabatan presiden ke depannya.

Hal itu disebabkan dinamika dalam politik yang kerap kali terjadi. Oleh sebab itu, Yunarto berharap MPR berani memberikan sikap resmi secara kelembagaan dengan menyatakan secara tegas menolak wacana tersebut. Bukan hanya perwakilan fraksi atau daerah.

“Bikin saja konferensi pers semua fraksi ditambah DPD. Saya pikir selesai sudah isu ini,” katanya.

Dalam sepekan lalu, sudah dua kali Jokowi memberikan pernyataan untuk menolak isu penundaan pemilu dan penambahan periode jabatan presiden. Pertama, teguran kepada menterinya untuk berhenti membahas wacana tersebut. Kedua, ketika meminta menteri memberi tahu masyarakat bahwa pelaksanaan pemilu tetap sesuai jadwal, yaitu 14 Februari 2024.

Selain itu, ditambah lagi dengan pelantikan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Jadi dari sisi komunikasi, menurut Yunarto sikap dari Jokowi sudah cukup tegas. Namun perlu juga memperhatikan konsistensi sikap dari presiden, serta bagaimana para menteri menerjemahkan perintahnya.
“Kalau masih ada yang berbicara seperti itu, ketahuan bermanuver seperti itu, kalau tidak dicopot atau minimal diberikan teguran, artinya tidak ada action yang konkrit,” ujar Yunarto.

Walaupun tidak ada jaminan, Yunarto melihat masyarakat juga dapat mulai memindahkan fokusnya, seperti mengevaluasi kinerja pemerintah, atau membahas harga bahan bakar minyak (BBM) yang baru-baru ini meningkat. Bisa juga membahas sosok calon presiden (capres) yang akan datang. “Dan fokus kita tentang pemilu pun sudah jelas, tanpa Jokowi,” katanya.

Reporter: Ashri Fadilla
Editor: Aryo Widhy Wicaksono
Foto: Ajeng Dinar Ulfina | KATADATA

1 reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *