Budiman Sudjatmiko Dukung Prabowo Nyapres, Ini Kata Pengamat

Jakarta – Mantan politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko mendeklarasikan dukungan untuk Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden. Pengamat Politik Yunarto Wijaya menilai keputusan tersebut menjadi panggung politik baru bagi Budiman yang tak lagi bersinar di PDIP setelah kalah sebagai caleg pada Pemilu 2019.

Menurutnya, keputusan ini berpotensi menjadi blunder. Pasalnya hal ini dapat merugikan Prabowo.

“Kalau saya pribadi melihatnya ini blunder untuk Pak Prabowo kalau kita baca monitoring dari pemberitaan terkait Budiman Sudjatmiko, hanya Budiman yang untung, Prabowo yang rugi,” kata Yunarto dalam keterangan tertulis, Minggu (27/8/2023).

Ia mengatakan Budiman mendapatkan panggung atau perhatian publik dengan pembahasan tentang kasus ’98’. Sementara peran Prabowo juga terangkat kembali, termasuk fakta pemberhentiannya dari TNI karena dinilai bersalah oleh Dewan Kehormatan Kehormatan (DKP) ABRI.

Dalam berbagai forum, tambahnya, Budiman terlihat kerap menyampaikan kembali tentang kasus tersebut yang berkaitan dengan penculikan aktivis dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

“Budiman mendapatkan panggung tetapi pembicaraan mengenai kasus 98, penculikan aktivis, itu malah menjadi bunyi kembali. Jadi, kalau ditanya siapa yang mendapatkan narasi positif di sini saya kita tidak ada,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Yunarto memandang pengaruh Budiman di PDI-P mulai redup dan perannya semakin tidak signifikan bagi partai meskipun telah menjadi anggota sejak lama. Terlebih, setelah yang bersangkutan gagal menjadi anggota legislatif dalam Pemilihan Legislatif 2019 lalu. Budiman disebut mulai mencari ‘tempat’ baru untuk kembali mengangkat namanya

“Tetapi dalam konteks mendapatkan panggung politik, Budiman Sudjatmiko memang kita tahu sinarnya sudah redup di PDI Perjuangan karena pada tahun 2019. Dia kalah untuk maju dalam Pileg dan dia sekarang mendapatkan kendaraan baru dan panggung baru,” tuturnya.

Keputusan Budiman merapat ke kubu Prabowo pun disebut nekat. Pasalnya, Budiman mengorbankan keanggotaannya di PDI-P yang belakangan memecatnya.

Namun, ia pun menegaskan keputusan Prabowo menerima Budiman malah merugikan Prabowo. Apalagi pembahasan kasus yang menyudutkannya malah membuat publik kembali sadar.

“Di sisi lain, Pak Prabowo justru malah mendapatkan tone negatif karena perbincangan yang selama ini menjadi beban buat Pak Prabowo, yang membayang-bayangi selalu Prabowo Subianto naik turun terkait dengan 98 yang penculikan aktivis karena adanya isu Budiman Sudjatmiko itu kembali naik,” pungkasnya.

(akn/ega)
Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng
Sumber: news.detik.com

Yunarto: Prabowo Rugi Didukung Budiman, Perbincangan Tragedi 1998 Makin Kencang

Keputusan mantan politikus PDI-P, Budiman Sudjatmiko untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden berpotensi blunder atau merugikan.

Pengamat politik Yunarto Wijaya menilai keputusan tersebut menjadi panggung politik baru bagi Budiman yang tak lagi bersinar di PDIP setelah kalah sebagai caleg pada Pemilu 2019. Sementara bagi Prabowo, pembentukan Prabu (Prabowo-Budiman) justru merugikan.

“Kalau saya pribadi melihatnya ini blunder untuk Pak Prabowo kalau kita baca monitoring dari pemberitaan terkait Budiman Sudjatmiko, hanya Budiman yang untung, Prabowo yang rugi,” kata Yunarto, Minggu (27/8/2023).

Dari keputusannya itu, Budiman disebut mendapatkan panggung atau perhatian publik dengan pembahasan tentang kasus “98”, sementara peran Prabowo juga terangkat kembali, termasuk fakta pemberhentiannya dari TNI karena dinilai bersalah oleh Dewan Kehormatan Kehormatan (DKP) ABRI.

Dalam berbagai forum, Budiman terlihat kerap menyampaikan kembali tentang kasus tersebut yang berkaitan dengan seputar penculikan aktivis dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

“Budiman mendapatkan panggung tetapi pembicaraan mengenai kasus 98, penculikan aktivis, itu malah menjadi bunyi kembali. Jadi, kalau ditanya siapa yang mendapatkan narasi positif di sini saya kita tidak ada,” ujar Yunarto.

Di sisi lain, dia memperhatikan pengaruh Budiman di PDI-P juga mulai redup dan perannya makin tidak signifikan bagi partai meskipun telah menjadi anggota sejak lama.

Terlebih, setelah yang bersangkutan gagal menjadi anggota legislatif dalam Pemilihan Legislatif 2019 lalu, Budiman diduga mulai mencari “tempat” baru untuk mengangkat namanya lagi.

“Tetapi dalam konteks mendapatkan panggung politik, Budiman Sudjatmiko memang kita tahu sinarnya sudah redup di PDI Perjuangan karena pada tahun 2019 dia kalah untuk maju dalam Pileg, dan dia sekarang mendapatkan kendaraan baru dan panggung baru,” tutur Yunarto.

Ternyata, Budiman pun nekat memilih untuk merapat ke kubu Prabowo bahkan dengan mengorbankan keanggotaannya di PDI-P yang belakangan memecatnya.

Namun, Yunarto kembali menegaskan keputusan Prabowo untuk menerima Budiman justru malah merugikan Prabowo lantaran pembahasan tentang kasus yang menyudutkannya malah membuat publik kembali sadar.

“Di sisi lain, Pak Prabowo justru malah mendapatkan tone negatif karena perbincangan yang selama ini menjadi beban buat Pak Prabowo, yang membayang-bayangi selalu Prabowo Subianto naik turun terkait dengan 98 yang penculikan aktivis karena adanya isu Budiman Sujatmiko itu kembali naik,” katanya. (LAN)

Tim Kumparan
Foto : Nugroho Sejati/kumparan
Sumber : Kumparan.com

Elektabilitas Anies Rendah Efek Tingginya Kepuasan Kinerja Jokowi

Jakarta, IDN Times – Elektabilitas bakal calon presiden (bacapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan, masih berada di posisi ketiga di bawah bacapres lain, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Peneliti Charta Politika, Shinta Shelvyra, menilai rendahnya elektabilitas Anies karena saat ini tingkat kepuasan responden terhadap pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo masih tinggi.

“Rasanya kalau saat ini tingkat kepuasan kepada Pak Jokowi masih tinggi, besar kemungkinan pemilih Pak Anies belum banyak. Tapi saya kalau menyatakan itu terlalu angkuh, terlalu dini juga saya bilang seperti itu,” ujar Shinta dalam acara #GenZMemilih bertajuk “Siapa Cawapres Potensial Anies?” yang tayang di kanal YouTube IDN Times, Rabu (19/7/2023).

1. Cawapres juga bukan satu-satunya kunci kemenangan Anies

Selain itu, cawapres yang akan dipilih Anies juga bukan satu-satunya kunci kemenangan di Pilpres 2024. Menurutnya, kunci kemenangan Anies saat ini belum dapat disimpulkan.

“Mungkin ada pengaruh cawapres, kita bisa berharap pemilihan cawapres Pak Anies bisa memengaruhi suara Pak Anies, meskipun saya tekankan penentuan cawapres bukan satu-satunya kunci kemenangan Pak Anies,” kata dia.

2. NasDem akui elektabilitas Anies sulit naik bila kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi masih tinggi

Dalam kesempatan itu, Ketua DPW Partai NasDem Jawa Barat, Saan Mustopa, mengakui elektabilitas Anies sulit naik bila kepuasan responden terhadap pemerintahan Jokowi masih tinggi.

“Saya pahami itu tingkat kepuasan terhadap Pak Jokowi, itu hampir semua lembaga survei itu tinggi, bahkan menembus angka 80 persenan. Ketika tingkat kepuasannya tinggi, dan yang tidak puasnya sedikit, yang tidak puas ini tentu kalau menempatkan Pak Anies dan ini kan dipersepsikan, ini elektabiltasnya Anies turun,” kata Saan.

3. Elektabilitas Anies akan naik bila kepuasan responden terhadap Jokowi turun

Menurut Saan, elektabilitas Anies akan naik bila kepuasan responden terhadap Jokowi turun. Sebab, kata dia, Jokowi dan Anies saat ini dipersepsikan berseberangan.

“Kalau tingkat kepuasannya turun ke Pak Jokowi, pasti Pak Anies naik, ini kan masih panjang, pasti suatu ketika ada perubahan, dan Mas Anies mendapat momentum untuk naik,” kata dia.

Menurut Saan, saat ini belum ada satupun bacapres yang elektabilitasnya yang lebih dari 50 persen.

Muhammad Ilman Nafi’an
Editor : Rochmanudin
Foto : Dok IDN Times
Sumber : idntimes.com