Posts

Hasil Quick Count Charta Politika untuk Pilkada DKI Putaran 2

PRESS RELEASE
Hasil Quick Count Charta Politika untuk Pemilihan Gubernur DKI Jakarta II
Rabu, 19 April 2017

Charta Politika berpartisipasi dengan melakukan perhitungan cepat (quick count) di Pilgub DKI Jakarta putara dua periode 2018-2023. Ada dua pasangan calon yang maju dalam Pilgub DKI Jakarta putaran kedua yaitu, Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Saiful Hidayat yang mendapatkan nomor urut 2, dan Anies Baswedan Sandiaga Uno yang mendapatkan nomor urut 3.

Dalam Pilgub DKI Jakarta ini ada 13.043 TPS (tempat pemungutan suara) dengan 7.218.280 DPT (daftar pemilih tetap) yang sudah ditetapkan KPU. Dari 13.043 TPS tersebut, Charta Politika memilih 400 TPS sampling yang dipilih secara acak dengan metode Stratified Cluster Sampling dan margin of error (moe +/-) sekitar 2 persen serta tingkat kepercayaan 99%.

Anda bisa download Hasil Quick Count Charta Politika di link bawah ini




Survei Charta Politika: Ahok-Djarot Ungguli Anies-Sandi

Hasil survei Charta Politika menunjukkan pasangan Ahok-Djarot unggul atas Anies-Sandi. Survei dilakukan terhadap 782 responden dari 1.000 orang yang direncakanan.

Ahok-Djarot meraup dukungan dari 47,3 persen responden dan Anies-Sandi sebanyak 44,8 persen. Selanjutnya sebanyak 7,9 persen responden tidak menjawab atau belum menentukan pilihan. Survei dilakukan terhadap 782 responden dari 1.000 orang yang direncakanan.

Survei dilakukan sejak 7 hingga 12 April 2017 dengan wawancara tatap muka dan kuesioner terstruktur. Margin of Error dalam survei mencapai plus-minus 3,5 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Sumber : Beritasatu.tv

Hasil Quick Count Charta Politika di 2 provinsi dan 3 Kabupaten

Sebanyak 101 daerah sudah melaksanakan Pilkada secara serentak pada 15 Februari 2017. Jutaan masyarakat Indonesia berpartisipasi dalam Pilkada serentak yang meliputi 7 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub), 76 Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup), serta 18 Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota tersebut (Pilwakot).

Dari 101 daerah menggelar Pilkada serentak, Charta Politika berpartisipasi dengan melakukan perhitungan cepat (quick count) di 5 (lima) daerah yaitu 2 provinsi dan 3 kabupaten yang terdiri dari Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Bangka Belitung, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Kabupaten Tulang Bawang Barat Lampung, dan Kabupaten Muara Jambi.

Dalam Pilkada DKI Jakarta Quick count dilaksanakan di 400 TPS sebagai sampel dengan margin of error 2%, sedangkan di Pilkada Bangka Belitung sebanyak 300 TPS sampel dan MoE 2%, dan dalam Pilkada tingkat kabupaten, Quick count dilaksanakan di 200 TPS sebagai sampel dengan margin of error (moe +/-) sekitar 1 persen. Pemilihan sampel dalam quick count ini menggunakan metode Stratified Cluster Sampling dengan tingkat kepercayaan 99%.

Di setiap TPS sampling, Charta Politika menugaskan satu kontributor relawan untuk mencatat hasil pemilihan dan mengirimkannya ke server yang ada di Jakarta. Satu relawan hanya ditugaskan di satu TPS yang sudah ditetapkan untuk mereka.


Quick count ini bukanlah hasil resmi KPU yang bisa menetapkan pemenang dalam Pilkada, namun quick count bisa menjadi cerminan tentang perolehan suara masing-masing pasangan calon di sejumlah Pilkada yang dilakukan.




Charta Politika: Ahok 39 %, Anies 31,9 %, Agus 21,3 %

Charta Politika menggelar survei pada 3-8 Februari 2017. Dari hasil survei yang dilakukan, pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur nomor pemilihan satu, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, meraih elektabilitas 21,3 persen.

Pasangan calon pemilihan dua, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, mendapat 39 persen, dan pasangan nomor pemilihan tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, 31, 9 persen.

“Sisanya sebanyak 7,8 persen responden menyatakan tidak tahu,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya di Kantor Charta Politika, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (11/2/2017).

Survei dilakukan dengan metode wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terstruktur terhadap 764 responden di lima wilayah kota di Jakarta.

Pertanyaan yang diajukan ke responden adalah pasangan mana yang akan dipilih jika hari pencoblosan digelar pada saat dilakukannya survei.

Survei yang dilakukan Charta Politika disebut memiliki multistage random sampling dengan margin of error 3,5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Pendanaan berasal dari dana internal Charta Politika.

20 Persen Pemilih DKI Bisa Berubah Pilihan

Terdapat 20 persen pemilih yang masih mungkin mengubah pilihannya di ajang Pilkada DKI Jakarta. Hal itu terungkap dalam survei terbaru dari Charta Politika yang dirilis hari ini, Sabtu (11/2), atau empat hari menjelang pemungutan suara 15 Februari.

Charta Politika melakukan pengumpulan data survei pada 3 sampai 8 Februari 2017. Survei melibatkan 764 pemilih di Pilkada DKI yang dipilih secara acak (probability sampling) dari lima wilayah kota Jakarta.

Data survei diambil melalui wawancara tatap muka (face to face interview) dengan menggunakan kuesioner terstruktur (structured interview). Tingkat kesalahan (margin of error) dalam survei ini plus minus 3,5 persen dan tingkat kepercayaan hingga 95 persen.

“Sebanyak 74,5% responden menyatakan bahwa pilihannya sudah mantap di dalam menentukan pilihan kandidat Gubernur / Wakil Gubernur Provinsi DKI. Responden yang menyatakan Masih Mungkin Berubah sebanyak 20,0%,” demikian rilis hasil survei Charta Politika.

Perubahan pilihan disebabkan oleh faktor pengaruh lingkungan (9,3 persen), visi-misi dan program kerja yang lebih baik (27,7 persen), faktor uang (1,4 persen), dan faktor lain (0,5 persen).

Ahok-Djarot Unggul

Terkait elektabilitas calon gubernur, survei Charta Politika mengajukan pertanyaan: seandainya Pilkada DKI Jakarta dilaksanakan hari ini, siapa yang akan Bapak/Ibu/Saudara pilih sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk lima tahun yang akan datang?

Hasilnya, 34,3 persen responden memilih Basuki Tjahaja Purnama, diikuti Anies Baswedan 28,5 persen dan Agus Harimurti Yudhoyono 19,0 persen. Sisanya, 18,0 persen responden memilih tidak menjawab atau tidak tahu.

Untuk pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur, survei Charta Politika mengajukan pertanyaan: apabila Pilkada DKI dilaksanakan hari ini dan diikuti ketiga pasangan calon berikut, pasangan manakah yang Bapak/Ibu/Saudara akan pilih?

Dari pertanyaan itu, Ahok-Djarot dipilih oleh 39,0 persen responden, unggul jauh dari pasangan Agus-Sylvi yang dipilih oleh 21,3 persen responden. Sementara pasangan Anies-Sandiaga dipilih oleh 31,9 persen responden dengan 7,8 persen responden yang tidak menjawab atau tidak tahu. (wis/sur)

Prediksi Hasil Akhir Pilkada DKI Jakarta 15 Februari 2017

Prediksi Hasil Akhir Pilkada DKI Jakarta 15 Februari 2017

Charta Politika Indonesia menyelenggarakan survey preferensi politik masyarakat DKI Jakarta menjelang
pemilihan Gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Pengumpulan data dilakukan pada
tanggal 3–8 Februari 2017 melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Jumlah
sampel sebanyak 764 responden dari 800 yang direncanakan, yang tersebar di lima wilayah kota administrasi
(Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur).

Survei ini menggunakan metode

acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error ± (3,5%) pada tingkat kepercayaan 95%.
Dalam survey ini, Charta Politika menemukan beberapa temuan menarik. Pertama, (70.5%)
masyarakat mengaku puas terhadap kinerja pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Basuki
Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.

 




Yunarto Wijaya: PDIP Masih Sangat Mungkin Mendukung Ahok

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya melihat masih ada kemungkinan PDIP mendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilgub DKI. Apa alasannya?

“Menurut saya PDIP masih paling mungkin mendukung Ahok, mengapa? Ada 2 alasan. Pertama, sudah tidak ada lagi perbedaan mendasar yang selama ini menjadi penghalang hubungan PDIP dengan Ahok, terkait dengan pilihan Ahok untuk maju melalui jalur independen. Toh sekarang Ahok sudah menyatakan diri memilih jalur partai,” kata Yunarto kepada detikcom, Senin (8/8/2016).

Hal itu yang sebelumnya jadi penghalang serius. Memang setelah Ahok memutuskan maju lewat parpol dengan diusung Golkar, NasDem, dan Hanura, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sempat memberi sinyal positif.

“Yang menjadi faktor penghalang adalah faktor komunikasi ketika ada beberapa sikap dan statement Ahok yang mungkin dirasakan menyinggung sebagian struktur di PDIP yg harus bisa diselesaikan,” katanya.

Faktor kedua adalah Presiden Jokowi. Kenapa Jokowi? Karena Jokowi dinilai Yunarto tak akan membiarkan penerusnya berhadapan dengan PDIP. Ditambah fakta baru pengakuan Ahok yang maju Pilgub DKI lewat jalur parpol salah satunya karena saran dari Jokowi.

“Kedua, faktor Jokowi, saya tidak bisa membayangkan seorang Jokowi berpangku tangan melihat penerus posisi politiknya harus berhadap-hadapan degan partainya sendiri, dan pertarungan ini apabila didiamkan akan berpengaruh negatif (siapapun yang menang) bagi kedua sosok tadi (PDIP dan Jokowi), dalam menatap kepentingan 2019 nanti,” kata Yunarto.

Sumber : Detik.com

Ahok Bakal Bernasib seperti Foke?

Pengamat politik dari Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya tidak setuju opini itu

Pengamat politik dari Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya tidak sependapat dengan opini yang menyebutkan nasib Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan sama seperti Fauzi Bowo (Foke) di pilkada tahun 2017 nanti.

“Ada orang mengatakan bahwa pada tahun 2012 elektabilitas Foke paling tinggi, tapi jungkir balik saat pemilihan. Mereka bilang kejadian itu akan sama dengan Ahok. Saya katakan, memang masih mungkin Ahok bisa dikalahkan. Tapi menyamakan Ahok dengan Foke saya tidak setuju. Yang menjadi faktor utama bagi incumbent adalah tingkat kepuasan publik bukan elektabilitas, dan itu berbeda antara Ahok dan Foke,” kata Yunarto di kantor Charta Politika Indonesia, Jalan Cisanggiri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2016).

Yunarto mengatakan dari hasil survei, kepuasan masyarakat terhadap kinerja Ahok jauh lebih tinggi dibandingkan saat Foke persiapan maju lagi di pilkada 2012. Jelang pilkada tahun itu, tingkat kepuasan masyarakat hanya 42 persen sampai 47 persen.

“Kalau tingkat kepuasan publik di atas 50-60 persen, biasanya peluang menangnya tinggi, tapi kalau di bawah 50 persen, peluang kalahnya sangat besar. Dan kepuasan terhadap kinerja Ahok mencapai 61 persen, sementara yang sangat puas adalah 21,8 persen responden,” kata Yunarto.

Menurut Yunarto figur Ahok merupakan magnet bagi publik untuk mendukungnya menjadi gubernur Jakarta periode 2017-2022.

“Pilkada di DKI ini lebih cenderung melihat figur, karena tingkat rasionalitas penduduknya tinggi. Dan itu juga tentu didukung oleh kepuasan terhadap kinerja. Kita lihat saja, hanya ada 12,5 persen saja yang tidak puas dengan kinerja Ahok dan Wakilnya Djarot,” kata Yunarto.

Sumber : Suara.com