Posts

Survei Charta Politika: Ahok-Djarot Ungguli Anies-Sandi

Hasil survei Charta Politika menunjukkan pasangan Ahok-Djarot unggul atas Anies-Sandi. Survei dilakukan terhadap 782 responden dari 1.000 orang yang direncakanan.

Ahok-Djarot meraup dukungan dari 47,3 persen responden dan Anies-Sandi sebanyak 44,8 persen. Selanjutnya sebanyak 7,9 persen responden tidak menjawab atau belum menentukan pilihan. Survei dilakukan terhadap 782 responden dari 1.000 orang yang direncakanan.

Survei dilakukan sejak 7 hingga 12 April 2017 dengan wawancara tatap muka dan kuesioner terstruktur. Margin of Error dalam survei mencapai plus-minus 3,5 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Sumber : Beritasatu.tv

Charta Politika: Ahok 39 %, Anies 31,9 %, Agus 21,3 %

Charta Politika menggelar survei pada 3-8 Februari 2017. Dari hasil survei yang dilakukan, pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur nomor pemilihan satu, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, meraih elektabilitas 21,3 persen.

Pasangan calon pemilihan dua, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, mendapat 39 persen, dan pasangan nomor pemilihan tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, 31, 9 persen.

“Sisanya sebanyak 7,8 persen responden menyatakan tidak tahu,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya di Kantor Charta Politika, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (11/2/2017).

Survei dilakukan dengan metode wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terstruktur terhadap 764 responden di lima wilayah kota di Jakarta.

Pertanyaan yang diajukan ke responden adalah pasangan mana yang akan dipilih jika hari pencoblosan digelar pada saat dilakukannya survei.

Survei yang dilakukan Charta Politika disebut memiliki multistage random sampling dengan margin of error 3,5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Pendanaan berasal dari dana internal Charta Politika.

Charta Politika: Agus-Sylvi 21,3%, Ahok-Djarot 39%, Anies-Sandi 31,9%

Charta Politika merilis hasil survei terbaru elektabilitas cagub-cawagub DKI. Hasilnya, Ahok-Djarot unggul.

Charta Politika menggelar survei pada 3-8 Februari 2017. Pengambilan data dengan wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Survei ini menggunakan 764 sampel di 5 kotamadya di Jakarta. Metodenya multistage random sampling dengan margin of error 3,5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil survei ini dirilis di kantor Charta Politika di Jl Cisanggiri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (11/2/2017) hari ini.

Pertanyaan yang diajukan pada responden yakni “Apabila Pilkada DKI Jakarta dilakukan hari ini dan diikuti tiga pasang calon, pasangan mana yang Anda pilih?” Hasilnya pasangan nomor urut 2 Ahok-Djarot unggul dengan elektabilitas 39 persen.

Posisi kedua ditempati pasangan nomor urut 3 Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan elektabilitas 31,9 persen. Pasangan nomor urut 1 Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni di posisi paling buncit dengan elektabilitas 21,3 persen. Sisanya sebanyak 7,8 persen responden menyatakan tidak tahu.

Tren peningkatan elektabilitas terlihat pada pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandiaga. Sedangkan pasangan Agus Sylvi mengalami penurunan.

Survei ini juga merekam elektabilitas para cagub, yaitu Agus, Ahok dan Anies, tanpa para cawagubnya. Elektabilitas Ahok unggul dibandingkan 2 cagub lainnya. Elektabilitas Ahok 34 persen, disusul Anies 28,5 persen dan Agus dengan 19,0 persen.

Charta Politika: Ahok-Djarot Unggul di Semua Wilayah

Jelang Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017, lembaga survei Charta Politika merilis hasil survei yang digelar pada 17-24 Januari 2017. Hasilnya, pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat (Ahok-Djarot) unggul di semua wilayah dan kemenangan terbesar pasangan ini terletak di wilayah Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu.

“Semua daerah hampir merata, Ahok unggul. Jakarta Barat tinggi, saya kira ini basis Ahok. Dan Kepulauan Seribu, walau responden kami kecil di sana, tapi 50 persen responden memilih Ahok,” jelas Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya dalam rilis hasil survei, Rabu (1/2).

Survei bertajuk “Peta Elektoral Cagub dan Cawagub DKI Jakarta Jelang Pencoblosan” ini memiliki sampel sebanyak 767 responden yang tersebar di lima wilayah kota administrasi (Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur) dan satu kepulauan yakni Kepulauan Seribu.

Untuk tren elektabilitas, Yunarto mengatakan, bila dibandingkan dengan survei pada November 2016, pasangan calon Agus-Sylvi mengalami penurunan tajam (29,5 persen menjadi 25,9 persen), Ahok-Djarot meningkat tajam (28,9 persen menjadi 36,8 persen), dan Anies-Sandi stagnan (26,7 persen menjadi 27 persen).

“Kami lihat, undecided voters mengalami penurunan, dari 14,9 persen menjadi 10,3 persen. Makin dekat pemilihan undecided voters menurun,” tambah Yunarto.

Berdasarkan survei, ia melanjutkan, sebanyak 199 responden memilih pasangan caon nomor satu karena tegas, program kerjanya, dan ganteng. Sebanyak 282 responden memilih Ahok-Djarot mayoritas karena kinerja yang bagus dan tegas. Sedangkan, Anies-Sandi dipilih oleh 207 responden karena baik, program kerja menarik dan pintar.

Sementara itu, debat berpengaruh besar terhadap elektabilitas pasangan calon. Menurut Yunarto, debat dan elektabilitas memiliki korelasi yang linear.

“Pengaruh cukup besar dari pandangan masyarakat Jakarta terhadap kemampuan pasanga calon (lewat debat), (debat) berpengaruh pada pilihan mereka,” katanya.

Secara keseluruhan, pasangan calon Ahok-Djarot unggul dalam debat kedua pada 13 Januari (40,5 persen) disusul Anies-Sandi (25,2 persen) dan Agus-Sylvi (24,3 persen).

“Pasangan yang paling baik dalam visi misi dan program kerja (adalah) Ahok, yang paling baik memberikan solusi juga Ahok,” tambah Yunarto. (obs)

Pendukung Dinilai Tidak Terlalu Mementingkan Cara Ahok Maju pada Pilkada

Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan, para pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak terlalu mementingkan cara Ahok maju pada Pilkada DKI mendatang.

Ahok telah memilih jalur partai politik untuk maju pada Pilkada DKI mendatang. Dari survei yang dilakukan, Yunarto menjelaskan bahwa pendukung Ahok lebih merespons bagaimana agar Ahok bisa maju menjadi calon gubernur, bukan metode atau cara Ahok maju mencalonkan diri.

Pada survei yang dilakukan, Yunarto menyebut sangat tipis perbedaan ketika ditanyakan apakah para pendukung setuju jika Ahok maju melalui jalur parpol atau lebih memilih jalur independen.

“Jangan kemudian ditafsirkan bahwa orang yang ikut serta mendukung Ahok melalui Teman Ahok kemudian menolak jalur partai. Karena survei membuktikan bahwa pertanyaan apakah Ahok boleh menggunakan jalur parpol itu hampir berimbang, tapi memang sedikit lebih unggul jalur independen,” ujar Yunarto saat dihubungi Kompas.com, Rabu (27/7/2016).

Yunarto menambahkan bahwa saat tiga parpol mulai mendeklarasikan dukungan ke Ahok, para pendukung Ahok melihat bahwa ada alternatif lain untuk Ahok mencalonkan diri. Dalam pertanyaan pada survei lainnya, kata Yunarto, para pendukung Ahok mengiyakan saja apa pun jalur yang dipilih Ahok.

Di samping itu, alasan Ahok untuk lebih memilih jalur parpol bukan karena tidak percaya kepada 1 juta KTP yang telah dikumpulkan oleh Teman Ahok. Namun, lebih karena pertarungan sengit yang akan dihadapi ketika Pilkada dan jika terpilih untuk kedua kalinya menjadi gubernur DKI.

“Bukan permasalahan mengenai 1 juta KTP, tapi sistem verifikasi yang singkat bisa membuka celah. Kedua disadari ada serangan sangat besar kepada Ahok jika memulai sebuah kerja politik yang kedua tanpa dukungan parpol,” ujar Yunarto.

Basuki Tjahaja Purnama memilih jalur parpol sebagai tunggangan politiknya pada Pilkada DKI. Sebelumnya Ahok sempat menggumbar jika dirinya akan maju melalui jalur independen, yaitu melalui Teman Ahok.

Kompas.com

Ahok Bakal Bernasib seperti Foke?

Pengamat politik dari Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya tidak setuju opini itu

Pengamat politik dari Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya tidak sependapat dengan opini yang menyebutkan nasib Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan sama seperti Fauzi Bowo (Foke) di pilkada tahun 2017 nanti.

“Ada orang mengatakan bahwa pada tahun 2012 elektabilitas Foke paling tinggi, tapi jungkir balik saat pemilihan. Mereka bilang kejadian itu akan sama dengan Ahok. Saya katakan, memang masih mungkin Ahok bisa dikalahkan. Tapi menyamakan Ahok dengan Foke saya tidak setuju. Yang menjadi faktor utama bagi incumbent adalah tingkat kepuasan publik bukan elektabilitas, dan itu berbeda antara Ahok dan Foke,” kata Yunarto di kantor Charta Politika Indonesia, Jalan Cisanggiri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2016).

Yunarto mengatakan dari hasil survei, kepuasan masyarakat terhadap kinerja Ahok jauh lebih tinggi dibandingkan saat Foke persiapan maju lagi di pilkada 2012. Jelang pilkada tahun itu, tingkat kepuasan masyarakat hanya 42 persen sampai 47 persen.

“Kalau tingkat kepuasan publik di atas 50-60 persen, biasanya peluang menangnya tinggi, tapi kalau di bawah 50 persen, peluang kalahnya sangat besar. Dan kepuasan terhadap kinerja Ahok mencapai 61 persen, sementara yang sangat puas adalah 21,8 persen responden,” kata Yunarto.

Menurut Yunarto figur Ahok merupakan magnet bagi publik untuk mendukungnya menjadi gubernur Jakarta periode 2017-2022.

“Pilkada di DKI ini lebih cenderung melihat figur, karena tingkat rasionalitas penduduknya tinggi. Dan itu juga tentu didukung oleh kepuasan terhadap kinerja. Kita lihat saja, hanya ada 12,5 persen saja yang tidak puas dengan kinerja Ahok dan Wakilnya Djarot,” kata Yunarto.

Sumber : Suara.com