Pilpres 2024 Bakal Lebih Kompleks, Ini Alasannya

JAKARTA, investor.id – Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengatakan, pelaksanaan pemilu presiden (Pilpres) 2024 akan lebih kompleks dibandingkan Pilpres sebelumnya. Pasalnya, tidak ada lagi calon presiden incumbent, sehingga masuk di fase open election.

“Secara mindset, secara terminologi politik, situasinya akan jauh lebih kompleks dibandingkan sebelumnya. Kita masuk dalam fase yang disebut open election, situasi ketika incumbent tidak bisa maju kembali,” kata Yunarto dalam acara Investor Daily Summit 2022 sesi diskusi bertajuk “Understanding Indonesia’s Social Politic Landscape: Impact on Economic Growth and Investment Climate”, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (11/10/2022).

Sebelumnya di Pilpres 2019, Joko Widodo (Jokowi) yang berstatus incumbent bisa maju kembali dalam pemilihan presiden, sehingga sebetulnya sudah terbaca siapa yang akan memenangkan Pilpres.

“Kalau 2019 Pak Jokowi bisa maju kembali, orang tahu yang namanya incumbent itu kampanye gratisan 5 tahun, berat melawan incumbent, sehingga kemudian sudah bisa terbaca apa yang akan terjadi dalam pemilu. Nah, libido yang tertahan di 2019, sekarang ini meledak. Jadi, seperti ada balas dendam, semua merasa ada haknya dan merasa punya peluang untuk jadi capres dan cawapres,” kata Yunarto.

Dalam open election, lanjut Yunarto, semua berjalan dengan sangat cepat dan konflik sangat mungkin bisa terjadi. Ia juga melihat polarisasi masih akan terjadi pada Pilpres 2024 karena memang polarisasi secara sosiologis tidak bisa terelakan. Di negara maju seperti Amerika Serikat pun, polarisasi juga masih terjadi akibat akses dari Pemilu.

“Polarisasi sulit untuk bisa kita anggap selesai di 2024, dengan pola yang itu-itu saja dan kubu yang itu-itu saja,” kata Yunarto.

Menurut Yunarto, yang kemudian menjadi masalah adalah ketika ada elit politik atau partai yang menggunakan perbedaan ini secara sosiologis untuk membakar ujaran-ujaran kebencian.

“Itulah yang harus kita tolak sebagai sebuah perilaku politik. Kita pernah melihat bagaimana sejarah politik Indonesia beberapa tahun terakhir di Pemilu 2014, Pemilu 2019 dan Pilkada 2017, itu bukan hanya menyisakan pertarungan di level elit atau relawan, tetapi tersisa menjadi sebuah pertentangan yang sifatnya horizontal di antara masyarakat,” ujarnya.

Yunarto mengatakan, karena polarisasi tidak bisa terelakan, seharusnya polarisasi atau perbedaan bisa dibuat menjadi lebih produktif, sehingga perdebatannya bukan pada hal-hal dasar terkait isu SARA.

“Perbedaan itu tidak bisa dihilangkan, dia pasti ada dalam dialektika sejarah manusia, bahkan di negara maju. Tetapi ketika belum menjadi capres pun sudah bertamunya ke kelompok yang jelas bahkan pernah terkena tindak pidana kriminal karena itu, bagaimana kita bisa berharap kesepakatan kita untuk kemudian membuat polarisasi itu lebih produktif. Polarisasi ada, tetapi bagaimana tugas kita membuat perbedaan itu menjadi produktif,” kata Yunarto.

 

Herman (redaksi@investor.id)
Editor: Lona Olavia (olavia.lona@gmail.com)
Foto: Investor.id
Sumber: https://bit.ly/3fOBjHl (Investor.id)

Yunarto Wijaya: PDIP Sulit Dapatkan Koalisi Jika Usung Puan Maharani

Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menyatakan PDI Perjuangan (PDIP) akan sulit mendapatkan koalisi jika mengusung Puan Maharani pada Pilpres 2024.

“Ketika yang diusung adalah Mbak Puan kecenderungan buat PDI Perjuangan mendapatkan koalisi dari partai lain lebih sulit. Karena basis utama dari keinginan partai untuk mendukung capres itu adalah ketika peluang menangnya besar,” ujar Yunarto Wijaya ditemui usai acara BNI Investor Daily Summit 2022 di JCC, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2022).

Yunarto mengaku dirinya tidak dapat membayangkan ada koalisi lain yang ingin bergabung dengan calon presiden yang memiliki angka elektabilitas hanya dua hingga tiga persen saja. Namun, situasinya akan berbeda jika Partai PDI Perjuangan mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.

“Peluang menangnya besar dan di situlah menurut saya potensi dari partai-partai lain untuk bergabung juga akan lebih besar,” jelas Yunarto.

“Sepertinya memang bisa terlihat ya ketika PDI Perjuangan hanya koalisi tunggal tanpa didukung oleh partai lain pun, walaupun mereka adalah partai pemenang pemilu, sulit untuk bisa menang. Karena kita tahu pemilu kita membutuhkan angka 50% plus satu untuk mendapatkan kemenangan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Yunarto Wijaya juga berbicara perihal nama-nama calon presiden yang sudah diusung beberapa partai seperti Partai Nasdem dengan Anies Baswedan, Partai Golkar dengan Airlangga Hartarto beserta peluangnya. Dia menjelaskan berdasarkan survei sepanjang setahun terakhir hanya ada tiga nama yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan yang mengungguli nama-nama lain.

“Mereka sudah di atas 20%, nama lain di bawah 10 persen. Artinya terlihat sekali arus besar pemilih menginginkan tiga nama ini. Pak Prabowo dikarenakan modal investasi yang maju dua kali dalam pilpres, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan menurut saya dianggap mewakili dua kubu yang bertarung selama ini,” jelas Yunarto Wijaya.

Selain itu ditambah juga dengan personal branding mereka yang cukup kuat di mata anak muda. Jika pilihannya dipersempit, kata Yunarto Wijaya, maka peluang ruang gerak lebih besar ada di Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo untuk meningkatkan elektabilitas.

Oleh : Gabriella Putrinda / JAS
Foto:YouTube BPMI Setpres
Sumber: https://bit.ly/3Vj0HVX (BeritaSatu)

Charta Politika: Ganjar Pranowo Bisa Menjadi Magnet Elektoral PDI Perjuangan di Pemilu 2024

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dapat meningkatkan elektoral PDI Perjuangan pada Pemilu 2024 mendatang.

Yunarto menjelaskan dalam survei Charta Politika terbaru, elektabilitas Ganjar dalam semua simulasi berada di atas angka 20 persen.

“Artinya Ganjar berpotensi menjadi dongkrak dan magnet elektoral dari PDI Perjuangan ketika dua variabel orang dengan survei tertinggi dan partai dengan survei tertinggi ini kemudian menjadi satu variabel,” kata Yunarto dalam Rilis Survei Charta Politika: Kondisi Sosial Politik dan Peta Elektoral Pasca Kenaikan Harga BBM di kanal Youtube Charta Politika Indonesia, Kamis (22/9/2022).

Di lain sisi, Yunarto mengungkapkan keuntungan elektoral tidak akan didapat jika PDIP mengusung Ketua DPR RI Puan Maharani menjadi capres.

Yunarto menyebut elektabilitas Puan masih berada di angka 2 persen, sehingga berpotensi menjadi beban elektoral PDIP pada Pemilu 2024.

“Mba Puan ada di angka sekitar 2 persen, artinya sosok capres ini yang seharusnya logikanya dalam Pemilu serentak bisa menjadi dongkrak elektoral, ini berpotensi menjadi beban elektoral,” jelas Yunarto.

Dalam survei Charta Politika, PDIP meraih elektabilitas dengan perolehan 21,4 persen.

Meski begitu, Yunarto mengatakan partai tidak hanya menggunakan hasil survei sebagai pertimbangan dalam memilih capres yang akan diusung.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Foto: Pemprov Jateng
Sumber:https://bit.ly/3DOsg3d

Survei Charta Politika: Ganjar Teratas dengan 31,3 Persen, Disusul Prabowo dan Anies

TEMPO.CO, Jakarta – Ganjar Pranowo meraih elektabilitas tertinggi dalam survei terbaru Charta Politika Survei Indonesia yang dilakukan pada 6-13 September 2022.

Charta Politika melakukan beberapa simulasi dalam pengumpulan data. Pada simulasi 10 nama, Ganjar Pranowo meraih elektabilitas 31.3 persen. Tepat di bawahnya ada Prabowo Subianto yang mendapatkan elektabilitas 24.4 persen. Kemudian pada peringkat ketiga merupakan Anies Baswedan yang memperoleh elektabilitas 20.6 persen.

“Terlihat jelas bahwa hasil survey ini menunjukkan Elektabilitas Ganjar lebih unggul dibanding elektabilitas Prabowo dan juga Anies,” seperti dikutip dari rilis Charta Politika, Kamis 22 September 2022.

Peringkat keempat tertuju pada nama Ridwan Kamil yang mendapatkan elektabilitas 7.2 persen. Kemudian di urutan ke lima ada Sandiaga Uno dengan elektabilitas 2.5 persen. Perbandingan elektabilitas yang didapatkan masing-masing calon tiga besar dengan calon di bawahnya terbilang jauh.

Pada simulasi tiga nama pun Ganjar tetap unggul

Kemudian jika melihat pada simulasi 3 nama yang tercantum, Ganjar Pranowo masih unggul dengan elektabilitas 37.5 persen. Di bawahnya, Prabowo Subianto yang mendapatkan elektabilitas 30 persen, lalu diikuti oleh Anies Baswedan dengan elektabilitas 25.2 persen. “Pilihan publik terhadap ketiga calon presiden terbilang stabil,” dalam keterangan Charta.

Charta Politika Survei Indonesia telah melakukan survei pada kurun waktu satu minggu. Survei ini memakai metode wawancara tatap muka yang diikuti oleh 1220 responden dengan menggunakan multistage random sampling. Survei ini memiliki margin of error 2.82 persen.

 

Reporter: magang_merdeka
Editor: Eko Ari Wibowo
Foto: Tempo.co
Sumber: https://bit.ly/3C0G61a

 

Survei Charta Politika: Elektabilitas Ganjar Tertinggi, Disusul Prabowo dan Anies

JAKARTA, KOMPAS.com – Hasil survei Charta Politika Indonesia menempatkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di peringkat pertama sebagai tokoh politik dengan elektabilitas tertinggi (31,3 persen).

Sementara setelah Ganjar, terdapat nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (24,4 persen) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedann (20,6 persen).

Ketiga tokoh ini mendapatkan elektabilitas tertinggi berdasarkan hasil survei elektabilitas Charta Politika Indonesia dengan simulasi 10 nama.

“Pada simulasi 10 nama, Ganjar Pranowo 31,3 persen, Prabowo Subianto 24, dan Anies Baswedan 20,6 persen mendapatkan elektabilitas tertinggi,” demikian siaran pers Charta Politika Indonesia, Kamis (22/9/2022).

Adapun Ketua DPR RI Puan Maharani menempati posisi keenam dengan 2,4 persen, dan ketujuh ada nama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dengan 2,2 persen.

Selanjutnya, peringkat kedelapan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto 1,7 persen, kesembilan Menteri BUMN Erick Thohir 1,6 persen, dan kesepuluh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa 1,1 persen.

Dalam survei tersebut, 4,9 persen responden menyatakan tidak tahu dan tidak jawab.

Adapun survei Charta Politika Indonesia melibatkan 1.220 responden melalui wawancara tatap muka yang dilaksanakan pada 6-13 September 2022.

Margin of error dalam survei ini lebih kurang 2,82 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

 

Penulis : Achmad Nasrudin Yahya
Editor : Dani Prabowo
Foto : Dok PDIP
Sumber :https://bit.ly/3S5t3RN

Survei Charta Politika Ungkap Elektabilitas Ganjar 31,3% dan Anies Naik 1%

DIREKTUR Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengungkap hasil survei yang memperlihatkan elektabilitas Ganjar Pranowo yang menempati urutan pertama. Tingkat keterpilihan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) itu sudah lebih dari 30%.

“Kita coba kerucutkan lagi ke 10 nama, Mas Ganjar sudah melampaui angka 30%, ada di angka 31,3%,” kata Yunarto Wijaya melalui diskusi virtual, Kamis (22/9).
Elektabilitas tertinggi kedua diperoleh Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto. Menteri Pertahanan itu mendapat dukungan 24,4% dari responden. Dukungan terbesar ketiga diberikan responden kepada Anies Baswedan. Elektabilitas Gubernur Jakarta itu pada survei kali ini sebesar 20,6%.

“Anies naik 1%, menjadi 20,6 persen,” ungkap dia.

Posisi keempat ditempati Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil. Elektabilitas eks Wali Kota Bandung itu sebesar 7,4%.

“Ridwan Kamil ternyata belum menembus angka dua digit, walaupun mengalami kenaikan cukup tinggi,” ujar dia.

Berikut 10 daftar elektabilitas tokoh potensial Capres 2024, berdasarkan survei Charta Politika, yaitu:
– Ganjar Pranowo: 31,3%
– Prabowo Subianto: 24,4%
– Anies Baswedan: 20,6%
– Ridwan Kamil: 7,4%
– Sandiaga Uno: 2,5%
– Puan Maharani: 2,4%
– Agus Harimurti Yudhoyono: 2,2%
– Airlangga Hartarto: 1,7%
– Erick Thohir: 1,6%
– Khofifah Indar Parawansa: 1,1%
– Tidak Tahu atau Tidak Menjawab: 4,9%

Survei dilakukan pada 6-13 September 2022. Jumlah responden yang dipilih dengan metode metode acak bertingkat (multistage random sampling) yaitu 1.220 orang. Tingkat kepercayaan survei sebesar 95%. Sedangkan margin of error sebesar lebih kurang 2,82%.(OL-5)

 

Anggitondi Martaon | Politik dan Hukum
Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Sumber:https://bit.ly/3R555Vo

Charta Politika: Kepuasan Publik ke Pemerintah Menurun

Lembaga survei Charta Politika mengungkap bahwa kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah kian menurun.

Dalam temuan survei terbaru Charta Politika, tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah berada pada angka 63,5 persen, sementara tingkat ketidakpuasan berada pada angka 34,3 persen. Jika dilihat dari tren, terdapat penurunan tingkat kepuasan kinerja Pemerintah dibandingkan survei pada bulan Juni.

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya atau Toto mengatakan, angka kepuasan tersebut memang masih tergolong rapor biru, namun penurunannya sudah menyalakan lampu kuning bagi pemerintah.

“Memang terjadi penurunan dan menurut saya juga lampu kuning bagi pemerintah. Artinya ada beberapa hal yang harus tersosialisasi dengan baik sesuai dengan argumentasi yang diberikan pemerintah. Namun di sisi lain memang masih bisa dikatakan rapor biru,” kata Toto dalam rilis temuan hasil survei secara daring, Kamis (22/9/2022).

Angka penurunan: Dalam temuan survei di Juli lalu, tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah berada di angka 68,4 persen. Hal ini berarti tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah menurun 4,9 persen.

Tidak puas: Hal itu berbanding terbalik dengan tingkat ketidakpuasan publik terhadap pemerintah yang justru mengalami kenaikan dari Juli lalu.

Charta Politika merekam tingkat ketidakpuasan publik terhadap pemerintah pada Juni lalu masih berada di angka 30 persen. Sementara kini sudah menyentuh angka 34,3 persen, naik 4,3 persen.

Ada bias: Survei Charta Politika juga merekam daerah yang memiliki jumlah pemilih Presiden Joko Widodo atau Jokowi rendah, menunjukkan tingkat kepuasan yang rendah pula. Bahkan penurunan angka kepuasan terhadap pemerintah di daerah-daerah tersebut juga cukup tinggi, ketimbang daerah lain dengan komposisi jumlah pemilih Jokowi yang besar.

“Artinya saya ingin katakan, kita harus melihat ini secara lebih objektif. Pertanyaan terkait dengan kepuasan publik itu memang tidak sepenuhnya itu didasarkan pada pandangan rasional dari responden yang mewakili masyarakat yang menilai keseharian mereka lalu mereka terjemahkan menjadi bahasa kepuasan terhadap pemerintah,” ujarnya.

Toto menyebut, ada aspek subjektivitas bias partisan yang mempengaruhi hasil survei tersebut.

Survei Charta Politika dilakukan pada tanggal 6 – 13 September 2022, melalui wawancara tatap muka secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Jumlah sampel sebanyak 1.220 responden, yang tersebar di 34 Provinsi. Metodologi yang digunakan adalah metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error kurang lebih 2,82 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Yopi Makdori — Asumsi.co
Foto : Antara/IST
Sumber : https://bit.ly/3QYYyLH

Survei Charta Politika: Elektabilitas Ganjar Kuasai Jawa, Ungguli Prabowo-Anies

Lembaga Survei Charta Politika Indonesia merilis survei terbaru terkait elektabilitas Capres 2024. Dalam simulasi 3 nama, elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tetap jauh di atas Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengatakan, dalam simulasi tersebut, elektabilitas Ganjar berada di angka 37,5 persen. Sementara di bawahnya Prabowo Subianto mendapat 30,5 persen dan terakhir Anies Baswedan 25,2 persen.

“Sampai dengan periode survei dilakukan, Ganjar Pranowo menjadi pilihan tertinggi publik sebagai calon presiden,” kata Yunarto dalam rilis survei, Kamis (22/9/2022).

Selain simulasi 3 nama, nama Ganjar juga berada di urutan teratas dalam simulasi 10 nama. Elektabilitas Ganjar terpaut jauh di angka 31,3 persen, disusul Prabowo dengan perolehan 24,4 persen dan Anies 20,6 persen.

“Sementara pada simulasi 27 nama, Ganjar Pranowo juga teratas dengan 28,5 persen dan Prabowo 23,4 persen, disusul Anies di belakangnya dengan 19,6 persen, lalu tokoh-tokoh lainnya,” kata Yunarto.

Yunarto menjelaskan, tingginya elektabilitas Ganjar tak lepas dari banyaknya dukungan masyarakat terhadap Gubernur Jawa Tengah dua periode itu di 4 zona wilayah berbeda se-Indonesia. Sementara di wilayah Jawa, khususnya Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur, mayoritas suara di pegang Ganjar.

“Dari responden Jateng dan DIY sebanyak 67 persennya mendukung Ganjar menjadi presiden apabila pemilihan dilakukan hari ini. Kemudian di Jawa Timur 25,8 persen, lalu di Bali, NTB, dan NTT 53,3 persen, dan juga di Maluku serta Papua dengan 30 persen dukungan,” imbuhnya.

Dalam hasil survei ini, Yunarto menyatakan bahwa pengetahuan publik terhadap Pemilu 2024 terbilang tinggi. Berdasarkan survei, sebanyak 75 persen dari total responden mengetahui perhelatan demokrasi tersebut.

Survei ini dilakukan secara tatap muka pada 6-13 September 2022. Para responden merupakan WNI yang sudah memiliki hak pilih dalam pemilu, yakni berusia minimal 17 tahun.

Responden dipilih melalui metode multistage random sampling sebanyak total 1220 responden. Margin of erorr survei ini sebesar 2,82 persen dengan quality control dari 20 persen responden.

 

Tim Kumparan
Foto 1 : Kumparan dan Antara
Foto 2 : Muhammad Fadli Rizal/kumparan
Foto 3 : Dok. Humas PDIP
Sumber : https://bit.ly/3QYXpUp

Nasdem-Demokrat-PKS Tak Kunjung Umumkan Koalisi, Diprediksi karena Kedekatan Surya Paloh-Jokowi

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menduga, Partai Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak kunjung meresmikan koalisi mereka karena posisi Nasdem yang kompleks.

Nasdem hingga kini masih menjadi bagian dari partai pro pemerintah. Sementara, Demokrat dan PKS sejak lama menjadi oposisi pemerintahan Presiden Jokowi.
Secara etika, sulit bagi Nasdem berkoalisi untuk Pemilu 2024 dengan partai yang kini berada di luar pemerintahan.

“Ada konsekuensi politik yang harus diperhitungkan. Apakah ketika kemudian bergabung dengan partai-partai oposisi, katakanlah PKS dan Demokrat, etikanya kan dia harusnya keluar dari koalisi,” kata Yunarto kepada Kompas.com, Selasa (20/9/2022).
“Pertanyaannya, apakah Nasdem sudah siap?” tuturnya.

Tak hanya itu, kata Yunarto, sejak lama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh punya kedekatan personal dengan Presiden Jokowi.

Situasi ini dinilai kian menyulitkan Nasdem untuk mengumumkan koalisi mereka bersama partai opisisi.
“Kita tahu hubungan personal antara SBY dengan Jokowi juga dari Pemilu 2014 sudah sangat dekat. Bukan hanya dalam konteks politik, bahkan sering disebut sebagai adik kakak kalau menurut istilah Surya Paloh,” ujar Yunarto.

Oleh karenanya, Yunarto menilai, pernyataan-pernyataan menyerang pemerintah yang kerap dilontarkan Demokrat dan PKS menjadi beban tersendiri bagi Nasdem.

Di satu sisi, Nasdem tengah menjajaki kedua partai itu. Di saat bersamaan, partai besutan Surya Paloh tersebut masih menjadi bagian dari pemerintah itu sendiri.

Bagi Demokrat dan PKS yang berada di luar pemerintahan, tak ada beban jika mereka mengkritik pemerintah.

Sebaliknya, sentilan-sentilan keduanya ke pemerintah bisa merugikan dan membuat Nasdem serba salah.
“Ketika yang diserang adalah pemerintah, artinya kan bagian di antaranya adalah koalisi partai, termasuk Nasdem. Itu yang menurut saya menyulitkan Nasdem,” ucap Yunarto.

Namun begitu, lanjut Yunarto, dinamika ini tetap tak menutup kemungkinan ketiga partai untuk berkoalisi pada pemilu nanti.

Sebagaimana diketahui, Nasdem, Demokrat, dan PKS sejak lama saling melakukan penjajakan untuk kepentingan Pemilu 2024.

Baru-baru ini, Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya mengatakan, rencana pembentukan koalisi partainya dengan PKS dan Demokrat semakin menguat.

Bahkan, dia menyebut, persentase keberhasilannya bisa dikatakan berada di angka 80 persen.

“Bisa jadi (80 persen) kalau kesepakatan beberapa hal terpenuhi. Di sana lah kemudian seni diplomasinya ya tentu ada beberapa hal yang terus menerus dibicarakan,” kata Willy ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (19/9/2022).

Penulis : Fitria Chusna Farisa
Editor : Fitria Chusna Farisa
Foto : HARYANTI PUSPA SARI
Sumber : https://bit.ly/3BDjORJ

 

 

Sebut Pemilu 2024 Berpotensi Tak Jujur, SBY Dinilai Mulai “Perang Terbuka” dengan Rezim Jokowi

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hendak mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo lewat pernyataannya soal tanda-tanda Pemilu 2024 tidak jujur.

Menurut Yunarto, Demokrat sedang memulai “perang terbuka” dengan rezim pemerintah kini. “Buat saya ini laksana sebuah gong yang dipukul oleh Partai Demokrat untuk menyatakan perang terbuka secara politik dengan rezim Jokowi,” kata Yunarto kepada Kompas.com, Senin (19/9/2022).

Dugaan Yunarto ini bukan tanpa alasan. Sebabnya, pernyataan SBY disampaikan berdekatan dengan serangkaian kritik yang dilemparkan Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), terhadap pemerintahan Jokowi.

Dalam momen Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Demokrat yang digelar Kamis (15/9/2022), AHY mengeklaim kepemimpinan Sang Ayah lebih baik dibanding rezim Jokowi dalam berbagai aspek.

Oleh karenanya, serangan yang disampaikan bapak-anak partai oposisi ini boleh jadi bertujuan untuk memulai “pertempuran” dengan pemerintahan kini.

“Inilah positioning politik yang memang diambil oleh mereka di 2024,” ujar Yunarto.

Namun begitu, Yunarto menilai, pernyataan SBY juga bagian dari politik melankolis yang menjadi gaya dari Presiden ke-6 RI itu sejak dulu.

Sejak menjadi oposisi, kata Yunarto, SBY kerap membuat pernyataan dan sikap yang cenderung bernada muram dan terkesan dizalimi. Ini bertujuan untuk mendapat simpati publik.

“Ini memang gaya melankolis SBY yang sudah menjadi karakter pimpinannya,” ujarnya.

Lebih jauh, Yunarto berpendapat, ucapan SBY juga bisa ditafsirkan berkaitan dengan pernyataan Anies Baswedan baru-baru ini soal kesiapannya maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2024.

Selama ini, Gubernur DKI Jakarta itu menjadi salah satu figur simbol kelompok yang berseberangan dengan Jokowi.

Belakangan, nama Anies digadang-gadang bakal dicalonkan sebagai presiden. Dia disebut-sebut berpotensi diusung oleh Demokrat, Partai Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Oleh karenanya, menurut Yunarto, tak menutup kemungkinan pernyataan SBY itu digulirkan sebagai sinyal dukungan Demokrat buat pecalonan Anies.

“Jadi mungkin saja ini sebuah kesamaan sikap yang mungkin saja berujung menjadi sebuah koalisi untuk mendukung Anies,” kata dia.

Sebelumnya diberitakan, SBY mengaku mendengar kabar ada tanda-tanda bahwa Pemilu 2024 akan diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil. Karena adanya informasi tersebut, SBY mengatakan harus turun gunung.

“Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil,” kata SBY saat berpidato di acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, Kamis (15/9/2022).

SBY menyebutkan bahwa berdasarkan informasi yang ia terima, Pilpres 2024 akan diatur sehingga hanya diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.

“Konon, akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka,” ujar SBY.

Namun demikian, SBY tidak menjelaskan siapa pihak yang ia maksud sebagai “mereka”.

“Informasinya, Demokrat sebagai oposisi jangan harap bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri, bersama koalisi tentunya. Jahat bukan? Menginjak-injak hak rakyat bukan” kata mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu.

Fitria Chusna Farisa
Foto : KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Sumber : https://bit.ly/3BwOZxS